Bersama Pak Anom Sucondro

S
aya masih percaya, bahwa salah satu cara terbaik untuk merawat ingatan, mengikat makna adalah dengan mencatat, menulis dan bercerita.

Kali ini saya akan bercerita, hasil wawancara saya dengan salah satu tokoh penting dalam perjalanan  panjang perkembangan Desa Jatimulyo.  Desa Jatimulyo, merupakan desa yang (barang kali pertama di Indonesia) telah mempunyai Per-Des No 8 tahun 2014 tentang perlindungan lingkungan hidup, yang salah satu pasalnya berisi larangan berburu burung.  Per-Des yang dampaknya luar biasa hingga kini. Dampak secara lingkungan maupun ekonomi. 

Beliau adalah Pak Anom Sucondro. Kepala Desa Jatimulyo periode  2013-2019. Kepala Desa yang mengesahkan Per-Des tersebut.

Kesan pertama saat bertemu, pembawaanya tenang, dan energik. Ketika ngobrol lebih dekat, tidak jauh beda saat kesan bertemu, energi mudanya, energi perubahan-perubahan, energi “Wani” dalam segala hal seolah membuat kita ingin rasanya tertular. 

Saya bersyukur, diberi kesempatan untuk mengetahui lebih jauh tentang bagaimana Per-Des terbentuk. Jadi saya pikir perlu membuat catatan bocoran percakapan tanya jawab saya dengan beliau.

Mufti: Ceritanya, bagaimana Pak, terbentuknya Per-Des No 8 tahun 2014?

Anom Sucondro : Perdes itu adalah Jawaban dari sebuah masalah. Perdes ini terbentuk tahun 2014, tapi proses terbentuknya, jauh beberapa tahun sebelumnya.

Berawal dari adanya Mahasiswa KKN Biologi UGM tahun 2007/2008, Kaspo dan kawan-kawan. Saat itu, KKN memperkenalkan ekowisata kepada masyarakat. Mahasiswa ada ketertarikan, masyarakat ada kemauan. Disini tercipta sinergi.  Kegiatan KKN ini menciptakan ikatan kultural dan emosional, ada komunikasi terus terjalin.  Meski KKN berikut laporannya sudah selesai, komunikasi tetap jalan terus.

Berikutnya, kegiatan ekplorasi pendataan terus dilakukan oleh masyarakat dengan pendampingan beberapa mahasiswa KKN, meski KKN sudah selesai. Pendataan meliputi: sumber mata air, cekungan, flora, dan fauna.   Untuk flora, pendataan jenis secara umum, bahkan pengelompokan pohon yang umurnya ratusan tahun juga di data.  Fauna, meliputi burung, serangga, kupu-kupu, capung, laba-laba, dan lain-lain.  Bahkan populasi lele pun, ada  datanya.  Pendataan ini penting dilakukan, karena data tersebut merupakan data dasar, guna untuk mengetahui kualitas lingkungan.  Misal; kalau kupu-kupu jenis A, burung jenis A, B, dan C, kalau sudah tidak ada berarti lingkungannya sedang tidak baik.

Pendataan demi pendataan terus dilakukan meski banyak orang yang menganggap sebelah mata, banyak yang juga maido. Arep nggoo opo turut kebon ra cetho !.  

Sampai pada akhirnya, tahun 2013, saya mendapat amanah menjadi kepala Desa Jatimulyo. Ada dorongan kuat, dari orang  yang berjasa bagi saya, orang yang sangat penting bagi hidup saya. Mendorong saya untuk mencalon menjadi kepala desa.

Saya sebagai orang seni, yang lama hidup di jalanan Mas, jarang tidur di rumah. Berkumpul, berteman dengan orang-orang jalanan. Saya punya prinsip, hidup itu berkarya, bukan bekerja sepenuhnya untuk uang.

Saya orang seni e mas, diundang untuk pentas 5- 10 menit, persiapan 6  bulan. Kalau hitung-hitung bisnis atau jualan saya rugi mas.  Modalnya selama 6 bulan dengan upah yang saya dapatkan, untuk pentas 5 menit tidak ada untungnya. Bagi orang seni seperti saya, 5 menit itu sangat berharga.  Pentas 5 menit, ketika dilihat orang tidak bagus, tidak menarik, ya sudah jadi sampah.  Sampah ya sampah. Tidak dipakai hanya di buang. Tapi jika 5 menit itu, dapat memikat penonton, maka 5 menit itu adalah emas. Ya, emas, akan di cari banyak orang. Prinsip ini yang saya pegang selama saya menjabat.

Saya ini di didik ideologi e mas.

Mufti : Lalu pripun pak, awal mula terbentuknya Per-des  ?

Pak Anom: Tahun 2014, ketuk palu terbentuk Per-Des, hanya sebagai fiksasi. Pembahasan-pembahasan tentang Per-Des ini sudah beberapa tahun sebelumnya. Perdebatan panjang terjadi sebelum Per-Des di ketuk.

Awal mula terbentuk Per-des ini adalah berawal dari terjadi beberapa konflik di masyarakat. Sebagian masyarakat menganggap, sungai, hutan, gunung yang ada di Jatimulyo adalah milik bersama. Siapapun bebas melakukan apa saja disana.  Karena merasa tidak ada yang memiliki.  Ada batu besar ambil lalu jual. Burung yang sekiranya bagus tangkap lalu jual.  Pohon-pohon besar bernilai jual tinggi, tebang lalu jual. Orang menyetrum ikan, menyebar putas bebas keluar masuk, termasuk penduduk luar desa Jatimulyo. Kegiatan ini semakin marak, terutama pengambilan batu-batu besar, akhirnya menjadi tambang.  Kegiatan panambangan batu ada dimana-mana. Tentu penambang orang dari luar desa Jatimulyo, warga Jatimulyo hanya jadi perantara.  Di sinilah awal mula konflik di masyarakat terjadi. Beberapa konflik masyarakat terjadi di masyarakat.

Lalu saya berfikir, maka musuh utama saya adalah investasi tambang.  Terutama pertambangan batu.  Adanya pertambangan di desa ini akan merusak sumber mata air. Rusaknya sumber mata air, secara tidak langsung akan membunuh kehidupan masyarakat.

Ini tidak boleh terjadi.   

Dari masalah ini, kemudian muncul pembahasan bagaimana cara mengatasi konflik. Karena Indonesia merupakan negara hukum, maka untuk mengatasi membutuhkan perangkat hukum.  Perangkat hukum ini adalah regulasi atau Undang-Undang. Undang-undang  digunakan sebagai alat untuk mengatur, mengamankan, dan menghindari potensi konflik.  Maka membutuhkan undang-undang yang sustainable atau  keberlanjutan.  Undang-Undang berbasis konservasi ini sebagai solusi.

UUD yang mengatur dan melindungi lingkungan hidup dan kekayaan alam di Jatimulyo.  Saya melihat Jatimulyo itu, ada setiga emas yang harus dilindungi. Segitiga emas ini adalah fenomena bentang alam karst pegunungan menoreh, kekayaan hayati, dan keanekaragaman SDM, agama, serta budaya. Maka modal inilah yang menjadi pembangunan sosial masyarakat, budaya dan ekonomi. Hal ini menjadi landasan visi saya sebagai pemegang kebijakan di tingkat desa. Visi saya adalah Religius, berbudaya, dan berkelanjutan.

Sehingga terbentuklah Per-Des No. 8 tahun 2014.

Mufti: Saya mengamati, masyarakat Jatimulyo, secara umum, mereka sudah menyadari pentingnya menjaga lingkungan, melindungi burung, dan kekayaan alam lainnya. Bagaimana cara menyampaikan, dan mensosialisasikan pada masyarakat adanya UUD ini, hingga sampai membentuk kesadaran diri sampai tingkat individu?

ini luar biasa Pak.   Pripun niku pak.

Cerita bersambung..